Apakah Konten TikTok, Facebook, dan Media Sosial Tunduk pada UU Pers atau UU ITE?

Apakah Konten TikTok, Facebook, dan Media Sosial Tunduk pada UU Pers atau UU ITE?

Ilustrasi bermain media sosial.-pixabay/Averyanovphoto-

Oleh: Alfa Dera
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya

SEBAGAI seseorang yang pernah aktif di dunia pers sebelum berkarier di institusi penegak hukum, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan keresahan yang akhir-akhir ini saya temui dalam berbagai diskusi—khususnya dengan beberapa orang yang mengaku sebagai wartawan.

Saya kerap bertanya kepada mereka:

"Apa sebenarnya filosofi dasar dari pers? Apakah pers itu bebas, ataukah merdeka?"

Ternyata, masih banyak yang bingung membedakan antara kebebasan pers dan kemerdekaan pers.

Padahal, jika kita merujuk pada latar belakang akademik dan naskah pembentukan Undang-Undang Pers, istilah yang lebih sering digunakan adalah "kemerdekaan pers", bukan "kebebasan pers".

Kemerdekaan pers mengandung makna yang lebih dalam daripada sekadar kebebasan. Pers yang merdeka adalah pers yang bertanggung jawab, terikat kode etik, dan berperan menjaga nilai-nilai demokrasi.

Era Digital: Semua Bisa Viral, Tapi Apakah Itu Jurnalistik?

Dengan kemajuan teknologi, saat ini siapa pun bisa membuat konten, memviralkannya, bahkan mengklaim dirinya sebagai "jurnalis" hanya karena memposting berita di TikTok, Facebook, atau media sosial lainnya.

Pertanyaannya: Apakah konten media sosial itu bisa dianggap sebagai karya jurnalistik dan tunduk pada Undang-Undang Pers? Ataukah ia tunduk pada UU ITE dan aturan hukum lainnya?

Perbedaan Karya Jurnalistik dan Konten Media Sosial

Menurut hemat penulis, konten media sosial tidak secara otomatis dianggap sebagai karya jurnalistik dan tidak serta-merta tunduk pada UU Pers.

Mengapa demikian?

Karena untuk disebut sebagai karya jurnalistik, ada standar etika dan prinsip yang harus dipenuhi, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik, di antaranya:

Sumber: